Perubahan
iklim, yang hadir dalam bentuk intrusi air laut ke daratan, dirasakan warga
Cangkring, Kecamatan Cantigi, Indramayu, Jawa Barat. Jangankan tanaman padi,
rumput pun sulit tumbuh di desa berbatas laut itu. Sebelum 1998, desa itu masih
punya 400 hektar sawah. Sawah berubah payau. Debit air tawar irigasi jauh lebih
kecil dibanding aliran air laut ke darat. Panen padi terus merosot. Karena itu,
sejak 1998, warga desa tergoda mengalihkan lahan jadi tambak udang yang
menjanjikan keuntungan tinggi. Namun, usaha
tambak udang hanya bertahan kurang dari lima tahun. Hasil tambak merosot karena
berbagai penyakit. Areal tambak bekas sawah sebagian dibiarkan telantar.
Kembali ke padi tak mungkin lagi.
Hamparan
padi menguning tinggal cerita. Desa itu gersang dan meranggas. Satu-dua pohon
kelapa dan pisang yang tumbuh daunnya kuning. Enggan berbuah. Bahkan, rumput
hanya tumbuh di musim hujan. Hijau tanaman hanya bunga-bunga yang ditanam warga
menggunakan pot, tanahnya dari desa tetangga. Hal tersebut menginspirasi Ikatan
Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) Indramayu untuk bertanam
sayuran di pot. Sejak setahun lalu, IPPHTI Indramayu berupaya menghijaukan
kembali Desa Cangkring. Tak mudah. Tanah di Cangkring terlalu asin. Air pasang
yang sering merendam pekarangan warga membuat upaya menanam jadi mustahil.
Upaya
itu berhasil.
Intrusi air laut
Cerita
tentang Cangkring layak jadi peringatan bagi pertanian kita, khususnya
pertanian di pesisir Pulau Jawa yang rentan terdampak kenaikan muka air laut.
Penelitian pakar bencana dari Universitas Gadjah Mada, Subiyakto, mengingatkan,
perubahan iklim berupa naiknya muka air laut sudah hadir di Indonesia. Hal ini
rentan menjadi bencana dalam skala masif.
”Perubahan
iklim di Indonesia sudah sangat serius dampaknya. Diperlukan percepatan
strategi mitigasi dan adaptasi berbasis kapasitas masyarakat, ilmu pengetahuan,
dan teknologi untuk mengurangi dampak (Subiyakto, dalam pengukuhan sebagai guru
besar, 2011). Perubahan iklim paling gampang terlihat dari intrusi air asin ke
daratan.
Subandono
dalam bukunya, Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, 2009, memprediksi, kenaikan muka air laut di pantai utara Jawa mencapai
6-10 mm per tahun. Artinya, kota-kota di pesisir Pulau Jawa, seperti
Pekalongan, 100 tahun mendatang akan tergenang air laut hingga 2,1 km dari
garis pantai saat ini. Sementara itu, Kota Semarang akan tergenang sejauh 3,2
km dari garis pantai.
Eksperimen petani
Kustiwa
Adinata, Koordinator Program IPPHTI Nasional, mengatakan, eksperimen di
Cangkring hanya satu contoh upaya petani di jaringannya dalam menyiasati intrusi
air laut. Mereka mencoba menanam dan menyilangkan varietas padi tahan asin di
Desa Cantigi Kulon, masih di Indramayu. Selain Indramayu, IPPHTI juga
menggandeng sejumlah petani di Brebes, Cilacap, Tasikmalaya, Ciamis,
Pangandaran, hingga Palembang (Sumatera Selatan) dan Serdang Bedagai (Sumatera
Utara) untuk bertani di lahan asin.
Referensi
Arif, Ahmad.
2011. Kompas edisi 4 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar